Senin, 15 Februari 2010

Ucapan selamat valentine menjadi tidak berarti ketika kita mampu mengerti bahasa hati. Bidadari pagi.. kini aku tahu, engkau.. bisa lebih memabukkan daripada alkohol.

***

Beberapa botol minuman telah tersaji di atas lantai. Dengan ragu, seorang teman menyodorkan sebotol vodka ke arahku. Pikiranku sudah refleks menolak namun sepertinya rasa lelah menyumbat saraf motorik sehingga salah memberikan perintah kepada tubuh. Kuraih botol itu dan kuamati baik-baik.


Magis dari alkohol telah menguasai bahkan semenjak tutupnya belum terbuka. Dia tidak akan sabar menunggu. Dia akan terus menggoda untuk dicicipi, menelusup melalui kerongkongan hingga akhirnya bersinergis dengan darah. Kini yang ada hanyalah teguk demi teguk yang berlalu. Segenap komposisi rasa aneh merambat di lidahku yang memang tidak terbiasa.


Sejurus kemudian, bayangan dirinya tergambar dalam imaji. Dalam tetes demi tetes vodka yang mulai bisa kunikmati, kucari alasan yang menyebabkan aku marah ketika mulutnya mengecap alkohol beberapa waktu lalu. Ya.. aku akui saat itu aku marah. Selama ini, kupikir alkohol adalah pencuri. Merampas kesadaran dan menjanjikan kenikmatan semu. Mengubah dia, bidadari pagiku, menjadi sosok lain yang tak lagi kukenali.


Sebelum alkohol menghempaskan diriku dalam ketidaksadaran, aku sempatkan untuk menghubunginya. Musik lounge yang sudah tidak asing kudengar kembali menjadi latar pembicaraan kami malam itu. Kuyakin alkohol telah bersandar apik di sisinya. Kemeriahan lounge tanpa alkohol mungkin tidak pernah ada.


Tak bisa kututupi, hatiku resah mengetahui itu. Malam telah menyelinapkan bidadari pagiku dalam dekapan hingar-bingar sebuah lounge. Sebentar lagi, alkohol akan mencuri kesadarannya dan menguapkan namaku dari ingatannya. Lalu ia akan mengalami amnesia sesaat sehingga luka yang menganga seakan tidak pernah ada. Aku hanya bisa berdoa dirinya akan baik-baik saja dan berharap vodka takkan memudarkan tentangnya dari pikiranku.


Hari telah berganti karena tengah malam baru saja terlewati. Sebagian besar orang di luar sana merayakan hari ini sebagai momen tepat penyematan kasih. Hari ini dinamakan dengan sebutan hari valentine. Banyak orang akan bertukar kado, bunga dan coklat. Seorang pencinta bahkan mungkin menyematkan cincin di jari kekasihnya di momen ini. Sementara itu, dibalik semua keceriaan yang ada, aku terjebak disini berteman vodka dan para sahabat. Kami berdiskusi tentang banyak hal. Ritual yang hampir sama yang kami lakukan di hari-hari lain.


Hatiku tersenyum ketika dia mempertanyakan kealpaanku mengucapkan selamat valentine kepadanya. Seandainya dia mengerti, ucapan menjadi tidak berarti ketika kita mampu mengerti bahasa hati. Aku mengasihinya di setiap waktu dan tidak mau semua itu terkesan tak berarti hanya karena satu hari yang memanipulasi. Perayaan di hatiku berlangsung tanpa cokelat dan bunga namun kupastikan doa terpanjat agar tetap bisa kumenjaga perasaan. Kuyakin, tiada hal yang lebih melegakan daripada itu.


Entah sudak tenguk keberapa yang kulakoni. Entah berapa banyak topik diskusi yang berganti. Aku tetap tak terpuaskan. Bagiku alkohol tetaplah pencuri. Pencuri hati layaknya cinta yang datang tiba-tiba, yang tidak dipaksakan hadir di saat valentine saja. Dia memang seringkali meninggalkan memar dan lebam di hati. Namun kita dengan sukarela memasuki siksa itu karena ada kebahagiaan luar-biasa dibalik duka. Tidaklah salah apabila untuk sekali ini kita mencicipinya.


Dan... inilah kondisi terbaik yang dihasilkan minuman. Aku tidak mabuk dan masih bisa tegap berjalan, tidak sempoyongan. Pikiran jauh lebih rileks. Sensitifitas tinggi tapi emosi dalam keadaan stabil. Badanku juga terasa ringan. Sayangnya keadaan itu tidak bertahan lama.


Tiba-tiba, sakit maagku kambuh. Sesungguhnya, inilah alasan mengapa aku tidak begitu berminat mengecap alkohol. Jika sudah seperti itu, maka kubutuhkan sesuatu yang lebih dahsyat dari alkohol. Sesuatu yang lebih ceria daripada valentine. Sebuah kalimat yang akan selalu mujarab menyembuhkan. Suara bidadari pagiku yang berujar ’Obatnya diminum yah!.’


Dean.

Kamis, 11 Februari 2010

Kegundahan – kegundahan itu menyergapku lagi
Mulai merenggut jam – jam tidur dan menyerap energiku
Kegundahan yang sama.. pertanyaan yang sama
“Adakah aku akan menemukanmu kelak?”
Seseorang dengan mimpi serupa mimpiku
Yang membangunkanku lembut saat shubuh menjelang
Yang menghabiskan sisa hari bersama mendaki mimpi-mimpi
Dan mengiringiku melampaui sunyi dalam rekatan jemari
Engkau yang tersembunyi namun hadir
Engkau yang mampu mengerti ..
Segala arti kegundahan yang ku rasa saat ini.


Dean.
-Saat terbangun dengan sisa mimpi buruk-

Rabu, 10 Februari 2010

Izinkan aku mengawalinya dengan benar, ucapku lagi dalam hati. Akan lebih mudah bagiku untuk menemui kalian dalam keadaan seperti ini. Terlalu lama kita hidup menjadi bayang-bayang bagi satu sama lain. Biarkan aku mendekati kalian dengan perlahan, sampai pagi terbit bagi kita bersama. Tak ada lagi bayangan. Kita lebur dalam kenyataan.

(Dee)

***

Awalnya, menulis hanya berlaku sebagai bentuk eksistensiku di dunia nyata. Cukup lama aku menggeluti dunia literasi. Bahkan, blogging kujabani semenjak friendster masih pada masa keemasannya. Aku banyak menulis artikel ilmiah, tentang masalah sosial kemasyarakatan yang kini kian marak dan tampak tanpa solusi maupun tentang politik dan tetek-bengeknya yang semakin lama semakin memuakkan.


Melalui proses menulis dan menyaksikan karya-karya itu lahir tidak lantas membuatku lega. Tetap ada kejujuran yang kutelan. Aku tidak mau selamanya menjadi sosok panutan hanya karena menulis tentang moral dan norma. Ada satu sisi diriku yang terusik dan merasa bertentangan. Seperti topeng yang harus kukenakan setiap hari. Ternyata tidak selamanya terlihat baik di mata orang itu menyenangkan.


Semenjak itulah aku mencari. Lalu aku bertemu kalian. Berkenalan serta bertukar kisah atas dasar kegelisahan hati yang serupa. Hingga lambat-laun, aku menikmati memiliki dua account e-mail; dua account facebook; mempunyai dua identitas. Aku nyaman menjadi seseorang yang kalian kenal.


Ada rasa lega tak terucap ketika harus jujur berkata ‘yes.. i’m a lesbian’. Dan dalam pemahaman yang sama, tidak ada seorang pun dari kalian yang menghakimi orientasi seksualku. Tetapi dalam hal ini, apakah norma dapat memaklumiku?. Jawabannya sudah pasti.. TIDAK.


Hal itu yang membuat pencarianku semakin menjadi-jadi hingga akhirnya aku sampai disini. Di suatu titik dimana aku bisa menyeringai lebar bahkan mengharu biru. Ada emosi tak biasa terbit di dada ketika menyelami makna dari setiap kata.. dalam catatan dan blog kalian. Tulisan kalian seperti menjawab kegelisahan hatiku.


Layaknya sebuah Spirits of the Laws dari Montesquieu, goresan pena kalian begitu memikat dan mampu menghantarku kepada sebuah kesadaran baru. Aku tak ingin terus meninggalkan jejak kebohongan dalam setiap frasa yang kutulis. Kutelisik hati dan kutergerak untuk membuat blog ini.


Kini, aku merasa haus akan karya dan tangan hangat kalian yang terbuka. Maka izinkan aku mengawalinya dengan benar. Izinkan aku berbagi dan mengenal kalian melalui blog sederhana ini.


Dean.
Untuk kalian, para lesbian yang telah berhasil menginspirasi ..

.

_
 

Copyright 2010 Welcomers you.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.